Senin, 11 Juni 2012

Rempah - Rempah sebagai Antimikroba


Rempah-rempah kaya akan berbagai vitamin dan mineral. Terutama adalah vitamin C dan B kompleks serta kalsium, kalium, natrium, dan fosfor selain itu secara alami rempah-rempah mengandung berbagai macam komponen aktif yang sangat besar perannya dalam penciptaan cita rasa suatu produk. Rempah mengandung zat antioksidan, antibakteri, antikapang, antikhamir, antiseptik, antikanker, dan antibiotik, yang kesemuanya itu sangat besar perannya dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
Antimikroba merupakan senyawa yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Manusia telah dihadapkan oleh kerusakan atau penurunan mutu bahan pangan, terutama bahan pangan yang mengandung kandungan air dan gizi yang tinggi. Penambahan bahan pengawet pada makanan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mencegah atau mengurangi kerusakan pada bahan pangan. Bahan pengawet untuk mencegah kerusakan biologi yang disebabkan oleh mikroorganisme disebut dengan antimikroba.
Zat antimikroba dapat bersifat membunuh mikroorganisme (mikrobisidal) atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme (microbiostatik). Seiring dengan trend back to nature atau kembali ke alam, berbagai jenis tanaman obat kembali dicari sebagai antimikroba, dan dimanfaatkan masyarakat, tidak terkecuali sirih yang cukup terkenal sebagai obat mujarab itu.
Komponen antimikroba adalah suatu komponen yang bersifat dapat menghambat pertumbuhan bakteri atau kapang (bakteristatik atau fungistatik) atau membunuh bakteri atau kapang (bakterisidal atau fungisidal). Zat aktif yang terkandung dalam berbagai jenis ekstrak tumbuhan diketahui dapat menghambat beberapa mikroba patogen maupun perusak makanan.  Zat aktif tersebut dapat berasal dari bagian tumbuhan seperti biji, buah, rimpang, batang, daun, dan umbi. Efek penghambatan senyawa antimikroba dari rempah-rempah tidak hanya dapat menghambat pertumbuhan bakteri, tetapi dapat juga menghambat pertumbuhan khamir seperti Candida albican dan Sacharomyces cerevisiae.
Pada praktikum uji antikiroba komponen bioaktif asal bumbu/rempah dengan metode cakram dan kertasa saring yaitu menggunakan rempah-rempah seperti daun sirih, pala, jahe, cengkeh, bawang putih, daun jeruk, kayu manis, bawang merah, lengkuas, dan kencur. Rempah bahan segar ditimbang 10 gram lalu dimasukkan ke dalam 100ml air mendidih dan biarkan selama 10 menit sedangkan bahan kering ditimbang 1 gram lalu dimasukkan ke dalam 100 ml air mendidih dan biarkan selama 10 menit sehingga diperoleh ekstrak drai rempah-rempah tersebut.
Uji antimikroba komponen bioaktif asal bumbu dan rempah dilakukan dengan metode cakram kertas saring dengan metode difusi sumur. Suspensi kultur dipipet sebanyak 0,1ml ke dalam cawan petri steril. Kemudian NA cair dituang ke cawan petri steril, homogenkan dan biarkan sampai memadat. Pada metode cakram kertas saring ,masing-masing kertas saring dicelupkan kedalam ekstrak bumbu/rempah lalu tiriskan terlebuh dahulu dan letakkan setiap kertas saring pada permukaan media NA. Setiap cawan memiliki 5 kertas saring yang terdiri dari 4 kertas saring yang mengandung ekstrak bumbu./rempah dan 1 kertas saring sebagia kontrol yang dicelupkan di air steril. Setelah itu cawan diinkubasi pada suhu 37ºC selama dua hari dan diamati pertumbuhan mikrtoba dan zona penghambatan yang terbentuk yang ditandai dengan mikroba disekeliling kertas cakram.
Pada metode difusi sumur, pertama yang dilakukan yaitu dengan memipet 0,1ml suspensi kultur yang telah diencerkan dan dimasukkan kedalam cawan petri steril. Cawan yang telah berisi susupensi kultur tersebut dituang NA cair dan digoyangkan agar homogen dan biarkan sampai membeku. Lubang sumur dibuat lima dengan tips yang telah dipotong ujungnya. Untuk membantu mengangkat agar tersebut dibantu dengantusuk gigi. Empat lubang diisi masing-masing dengan 10µl ekstrak bumbu/rempah (2jenis @ 2 konsentrasi) sedangkan lubang sumur kelima diisi dengan 10µl air steril. Inkubasi cawan pada suhu 37ºC selama dua hari dan diamati pertumbuhan mikrtoba dan zona penghambatan yang terbentuk yang ditandai dengan mikroba disekeliling difusi sumur.
Dari hasil praktikum uji keefektifan daya hambat rempah-rampah dengan menggunakan metode difusi sumur ternyata tidak terbentuk zona bening yang menunjukan adanya penghambatan pertumbuhan mikroba, hal ini mungkin dikarenakan kerja yang kurang aseptik, konsentrasi rempah-rempah yang digunkan kurang, peralatan yang digunakan tidak steril sehingga mempengaruhi hasil praktikum yang menyebabkan data menjaadi tidak akurat. Pada metode cakram kertas saring baik pala, jahe, cengkeh, bawang putih, daun jeruk, kayu manis, bawang merah, lengkuas, dan kencur tidak terbentuk zona bening, namun hanya terbentuk zona bening pada daun sirih. Pada ulangan pertama zona bening yang terbentuk yaitu dengan rata-rata 0,95 mm dan pada ulangan ke dua zona bening yang terbentuk yaitu dengan rata-rata 0,91 mm.
Perbedaan daya hambat berbagai jenis rempah-rempah terhadap pertumbuhan mikroba ini tergantung pada komponen bioaktif yang dikandung oleh masing-masing rempah itu sendiri.
Ekstrak bawang putih tidak mengandung flavonoid. Akan tetapi seluruh ekstrak mengandung tannin, alkaloid, dan saponin sehingga  bawang putih mempunyai sifat antibakteri. Selain bersifat antibakteri, bawang putih juga bersifat antijamur. Kemampuan bawang putih ini berasal dari zat kimia yang terkandung di dalam umbi. Komponen kimia tersebut adalah Allicin. Allicin berfungsi sebagai penghambat atau penghancur berbagai pertumbuhan jamur dan bakteri.
Alkaloid dari ekstrak bawang putih mengandung racun yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri atau dapat menyebabkan sel bakteri menjadi lisis bila terpapar oleh zat tersebut. Selanjutnya tannin yang juga terkandung dalam ekstrak akan mengganggu sel bakteri dalam penyerapan protein oleh cairan sel. Hal ini dapat terjadi karena tannin menghambat proteolitik yang berperan menguraikan protein menjadi asam amino. Komponen aktif yang terdapat pada bawang putih mempunyai efek penghambatan terhadap beberapa mikroba patogen seperti Staphylococcus aureus, E. coli, dan Bacillus cereus dan menghambat produksi toksin dari Clostridium botulinum tipe A dengan menurunkan produksi toksinnya sebanyak 3 log cycle
Dalam industri makanan cengkeh digunakan dalam bentuk bubuk atau produk hasil ekstraksi dari bunga cengkeh seperti minyak cengkeh atau oleoresin. Minyak cengkeh juga digunakan sebagai bahan aktif dalam antiseptik ruangan dalam bentuk spray. Dalam bentuk tunggal maupun sebagai campuran dalam formula cairan antiseptik dapat menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella hypemerium dan E. coli. Dimana setiap bagian dari cengkeh baik pada bunga, tangkai, maupun daun mengandung komponen bioaktif fenol, yaitu eugenol, asetil eugenol, kariofelin, eugenia, venilllin, dan asam galotanin. Karena itu produk cengkeh dapat digunakan sebagai fungisida, bakterisida, nematisida dan insektisida. Sebagai antibiotic bakterisida eugenol dilaporkan sangat efektif secara in – vitro terhadap beberapa bakteri antara lain : Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus dan Escherisia coli. Sebagai nematisida minyak cengkeh dan eugenol berpengaruh terhadap Melodogyne incognita dan Rodopolus similis dalam konsenterasi yang tinggi yaitu 1 – 10%. Sebagai insektisida eugenol pada konsenterasi 10% dapat menyebabkan A. fasiculatus tidak menghasilkan keturunan.
Rimpang jahe mengandung protein 2,3%, lemak 0,9%, mineral 1,2%, serat 2,4 % dan karbohidrat 12,3 %, selain mineral seperti besi, kalsium dan fosfor. Vitamin seperti tiamin (B1), riboflavin (B2), niasin (B3) dan asam askorbat (vitamin C). Komponen aktif utama yang ditemukan pada jahe adalah gingerols. Efektivitas penggunaan jahe (940 mg) pada orang yang sedang mabuk setara dengan penggunaan obat allopathic, dimenhydrinate (100 mg).
Senyawa kimia yang terdapat pada lengkuas antara lain mengandung minyak atsiri, minyak terbang, eugenol, seskuiterpen, pinen, metil sinamat, kaemferida, galangan, galangol dan kristal kuning. Lengkuas berkhasiat anti jamur, anti bakteri, menghangatkan, membersihkan darah, menambah nafsu makan, mempermudah pengeluaran angin dari dalam tubuh, mengencerkan dahak, mengharumkan, merangsang otot dan konon berkhasiat aprodisiak. Rimpang lengkuas mengandung lebih kurang 1% minyak atsiri berwarna kuning kehijauan yang terutama terdiri dari metil-sinamat 48%, sineol 20% - 30%, eugenol, kamfer 1 %, seskuiterpen, δ-pinen, galangin, dan lain-lain. Selain itu rimpang juga mengandung resin yang disebut galangol, kristal berwarna kuning yang disebut kaemferida dan galangin, kadinen, heksabidrokadalen hidrat, kuersetin, amilum, beberapa senyawa flavonoid, dan lain-lain.
Minyak atsiri rimpang lengkuas dapat dikatakan aktif terhadap bakteri E. coli dan S.aureus. Pada konsentrasi yang sama bahwa minyak atsiri menunjukkan aktivitas lebih rendah terhadap kedua bakteri, hal ini disebabkan banyaknya komponen senyawa yang kurang aktif pada minyak atsiri rimpang lengkuas.Minyak atsiri yang aktif sebagaiantibakteri pada umumnya mengandung gugusfungsi hidroksil (-OH) dan karbonil. Turunan fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah terbentuk kompleks protein fenol dengan ikatan yang lemah dan segera mengalami peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan presipitasiserta denaturasi protein.
Ekstrak bawang merah mempunyai efek bakterisidal terhadap Staphylococcus aureus dan Shigella dysentriae. Bubuk jahe mempunyai efek bakterisidal terhadap Micrococcus varians, Leuconostoc sp., dan Bacillus subtilis, serta bersifat bakteristatik terhadap Pseudomonas sp. dan Enterobacter aerogenes. Ekstrak bawang putih mentah juga mempunyai aktivitas antimikroba terhadap Escherichia coli, Staphylococcus sp, Proteus vulgaris, Bacillus subtilis, Serratia marcescens, dan Shigella dysentriae.
Daun sirih mengandung minyak atsiri yang terdiri dari betlephenol, kavikol, seskuiterpen, hidroksikavikol, cavibetol, estragol, eugenol, dan karvakrol. Komponen aktif dari daun sirih terdapat dalam minyak atsiri tersebut. Selain itu, sirih juga mengandung terprnnena, fenil propana, tannin, diastase, gula dan pati. Pemanfaatan daun sirih dalam pengobatan tradisional ini disebabkan adanya sejumlah senyawa zat kimia atau bahan alami sehingga daun sirih juga mempunyai kekuatan sebagai antioksidasi dan fungisida. Kandungan eugenol dan hidroksikavikol dalam daun sirih memiliki aktivitas antimikroba, dan kandungan lain seperti kavikol, kavibetol, tannin, karvakrol, kariofilen dan asam askorbat juga mempunyai aktivitas antibakteri.
Minyak atsiri dari daun sirih mampu melawan beberapa bakteri gram positf dan gram negatif. Adapun beberapa penelitian berhasil menguji kemampuan aktivitas antibakteri terhadap enam jenis bakteri yang meliputi gram positif dan gram negatif, seperti Bacillus cereus, Staphylococcus aureus, Listeria monocytogenes, Escheria coli, Salmonela typhimuriumdan Pseudomonas aeruginosa. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun sirih maka aktivitas penghambatannya semakin kuat. Ekstrak daun sirih efektif menghambat bakteri gram positif dan gram negatif dengan diameter penghambatan bervariasi antara 7 mm sampai 24 mm.
Keefektifan penghambatan merupakan salah satu kriteria pemilihan suatu senyawa antimikroba untuk diaplikasikan sebagai bahan pengawet bahan pangan. Semakin kuat penghambatannya semakin efektif digunakan. Kerusakan yang ditimbulkan komponen antimikroba dapat bersifat mikrosidal (kerusakan tetap) atau mikrostatik (kerusakan sementara yang dapat kembali). Suatu komponen akan bersifat mikrosidal atau mikrostatik tergantung pada konsentrasi dan kultur yang digunakan. Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antimikroba disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Menggangu pembentukan dinding sel
Mekanisme ini disebabkan karena adanya akumulasi komponen lipofilat yang terdapat pada dinding atau membran sel sehingga menyebabkan perubahan komposisi penyusun dinding sel.  Terjadinya akumulasi senyawa antimikroba dipengaruhi oleh bentuk tak terdisosiasi. Pada konsentrasi rendah molekul-molekul phenol yang terdapat pada minyak thyme kebanyakan berbentuk tak terdisosiasi, lebih hidrofobik, dapat mengikat daerah hidrofobik membran protein, dan dapat melarut baik pada fase lipid dari membran bakteri.
Beberapa referensi buku juga meyebutkan bahwa efek penghambatan senyawa antimikroba lebih efektif terhadap bakteri Gram positif daripada dengan bakteri Gram negatif.  Hal ini disebabkan perbedaan komponen penyusun dinding sel kedua kelompok bakteri tersebut. Pada bakteri Gram posiitif 90 persen dinding selnya terdiri atas lapisan peptidoglikan, selebihnya adalah asam teikoat, sedangkan bakteri Gram negatif komponen dinding selnya mengandung 5-20 persen peptidoglikan, selebihnya terdiri dari protein, lipopolisakarida, dan lipoprotein.
2. Bereaksi dengan membran sel
Komponen bioaktif dapat mengganggu dan mempengaruhi integritas membran sitoplasma, yang dapat mengakibatkan kebocoran materi intraseluler, seperti senyawa phenol dapat mengakibatkan lisis sel dan meyebabkan denaturasi protein, menghambat pembentukan protein sitoplasma dan asam nukleat, dan menghambat ikatan ATP-ase pada membran sel.
3. Menginaktivasi enzim
Mekanisme yang terjadi menunjukkan bahwa kerja enzim akan terganggu dalam mempertahankan kelangsungan aktivitas mikroba, sehingga mengakibatkan enzim akan memerlukan energi dalam jumlah besar untuk mempertahankan kelangsungan aktivitasnya. Akibatknya energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan menjadi berkurang sehingga aktivitas mikroba menjadi terhambat atau jika kondisi ini berlangsung lama akan mengakibatkan pertumbuhan mikroba terhenti (inaktif).
Efek senyawa antimikroba dapat menghambat kerja enzim jika mempunyai spesifitas yang sama antara ikatan komplek yang menyusun struktur enzim dengan komponen senyawa antimikroba. Gugus hidroksil (-OH) dan gugus aldehid (-CHO) yang terdapat pada komponen aktif rempah, menunjukan aktivitas antimikroba yang kuat. Mekanisme penghambatannya yaitu Gugus hidroksil membentuk ikatan hidrogen dengan sisi aktif enzim sehingga menyebabkan deaktivasi enzim.
Corner (1995) melaporkan bahwa pada konsentrasi 0,005 M alisin (senyawa aktif dari bawang putih) dapat menghambat metabolisme enzim sulfhidril. Minyak oleoresin yang dihasilkan dari kayu manis, cengkeh, thyme, dan oregano dapat menghambat produksi ethanol, proses respirasi sel, dan sporulasi khamir dan kapang.
4. Menginaktivasi fungsi material genetik
Komponen bioaktif dapat mengganggu pembentukan asam nukleat (RNA dan DNA), menyebabkan terganggunya transfer informasi genetik yang selanjutnya akan menginaktivasi atau merusak materi genetik sehingga terganggunya proses pembelahan sel untuk pembiakan.

BAB II
KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan
Daun sirih didalam aktivitasnya sebagai antimikroba mampu menghambat bakteri gram positif dan gram negatif. Senyawa yang terkandung dalam ekstrak sirih yang diduga berperan sebagai antimikroba adalah senyawa fenolik. Selain fenolik dari ekstrak sirih senyawa-senyawa yang lain seperti alkaloid, tannin dan steroid juga dapat berfungsi sebagai antibakteri.

B.     Saran
Praktikum harus dilaksanakan secara aseptik dan higienis seperti dalam memipet suspensi, menuangkan media dan menggores harus dekat dengan bunsen, dengan harapan tidak terjadi kontaminasi silang dari udara yang dapat mempengaruhi data hasil praktikum lebih akurat. Selain itu diharapkan para praktikan lebih banyak bekerja dari pada bercanda/ mengobrol.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.http://www.kamusilmiah.com/pangan/antimikroba-daritumbuhan-bagian-pertama. (27 November 2010)
Im Oka adi parwata,  fanny sastra dewi. Juni 2009. http://ejournal.unud.ac.id/isolasi dan uji aktivitas antibakteri minyak atsiri Dari rimpang lengkuas (alpinia galanga l pdf.( 26 November 2010)

Sabtu, 31 Maret 2012

PRINSIP PENGAWETAN BAHAN DAN PRODUK PANGAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pengawetan pangan pada dasarnya adalah tindakan untuk memperkecil atau menghilangkan faktor-faktor  penyebab kerusakan yang terjadi pada bahan dan produk pangan. Pengawetan dapat dilakukan untuk menghambat terjadinya kerusakan sehingga memperpanjang umur simpan bahan maupun produk. Beberapa metode pengawetan dapat memperpanjang umur simpan produk hingga beberapa bulan bahkan tahun. Namun dengan pengawetan dapat terjadi perubahan nilai gizi dan organoleptik suatu bahan atau produk.
Banyak metode pengawetan yang dapat dilakukan antara lain, yaitu dengan mengontrol kontaminasi mikroba dan pertumbuhannya, menurunkan laju reaksi enzimatik, menurunkan laju reaksi kimia, melindungi dari serangan tikus ataupun serangga, serta melindungi dari pengaruh lingkungan seperti kelembapan (Rh), oksigen, dan sinar UV.
Untuk melakukan metode-metode tersebut, ada beberapa teknik yang bisa ditempuh antara lain melalui pengolahan suhu tinggi, penyimpanan suhu rendah, pengurangan kadar air, irradiasi, fermentasi, pengasapan dan curing, penggunaan bahan pengawet kimia dan pengemasan yang melindungi.
Pengawetan umumnya tidak selalu merubah bentuk bahan pangan, karena pengawetan bahan pangan ada yang mampu mempertahankan kondisi bahan relative tetap, misalnya dengan disimpan dalam suhu rendah, atau melalui irradiasi. Namun ada juga yang bertindak sekaligus untuk mengolah atau menghasilkan produk pangan baru, seperti pengolahan kacang kedelai menjadi susu kedelai, telur bebek yang diasinkan menjadi telur asin, atau singkong yang diberi khamir sehingga berubah menjadi tempe.

Beberapa metode pengawetan pangan yang banyak diaplikasikan di industri pangan  antara lain pengawetan dengan penyimpanan pada suhu rendah, pengawetan dengan bahan pengawet kimia, penggunaan suhu tinggi, penurunan aktivitas air, dan penggunaan kemasan yang baik.

B.     Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah mempraktekkan beberapa metode yang efektif untuk mengurangi pengaruh faktor-faktor  penyebab kerusakan pangan, khususnya proses pengawetan melalui suhu rendah, penurunan aw, serta Modified Athmospere Packaging (MAP).






















BAB II
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil Pengamatan
1.      Pengawetan  dengan  suhu rendah
Nama Bahan / Pangan
Waktu Terjadinya Kerusakan
Pertumbuhan Mikroba (hari)
Aroma
(hari)
Rasa
(hari)
Tekstur
(hari)
Warna
(hari)
Nasi
3
3
3
3
3
Susu Segar
3
3
3
3
3
Jus Tomat
3
3
3
3
3
Daging Ayam
3
-
>5
>5
-
Margarine
>5
-
>5
>5
>5
Kacang Merah
>5
-
>5
>5
>5

2.      Pengawetan dengan penurunan aw
·         Roti Tawar
Lama Pengeringan
Perkecambahan
Pertumbuhan Jamur
Kelayuan
Kebusukan
15 menit
-
-
30 menit
-
60 menit
-
-

·         Kacang Merah
Lama Pengeringan
Perkecambahan
Pertumbuhan Jamur
Kelayuan
Kebusukan
15 menit
-
-
30 menit
-
60 menit
-
-

3.      Pengawetan dengan Modified Atmosphere Packaging (MAP)
Nama Bahan/Pangan
Berat Awal
Susut Bobot
Kesegaran
Refrigerator
Suhu Ruang
Bayam Tanpa Kemasan
50 gr
3 gr
3 gr
Layu
Bayam yang Dikemas dengan Wrapping Film
50 gr
5 gr
5 gr
Layu


























B.     Pembahasan

1.      Pengawetan dengan suhu rendah
Pengawetan dengan menggunakan suhu rendah dapat dilakukan dengan cara pendinginan dan pembekuan, yaitu dengan system refrigerasi  dengan cara membuang atau mengeluarkan panas dari dalam produk ke lingkungan luar refrigerator. Panas tersebut dibawa oleh refrigerant, contohnya seperti CFC dan HFC. Suhu rendah dapat menurunkan laju perubahan karena aktivitas enzim dan mikroba. Dan dapat memperpanjang umur simpan, namun efek pengawetan kurang efektif karena hanya bias mengawetkan selama 2-3 hari saja, contohnya pada ikan dan unggas. Tapi setidaknya cara ini merupakan cara minimal untuk mendapatkan produk pangan yang sehat dan segar.

2.      Pengawetan dengan aw
Pengawetan dengan aktivitas air dapat dilakukan dengan cara pengeringan, yaitu aplikasi panas untuk membuang sebagian besar air pada bahan pangan melalui penguapan. Sehingga hal ini dapat memperpanjang umur simpan pangan, mengurangi aktivitas air (aw) bahan pangan (pada aw < 0.6 bakteri, kapang, dan khamir tidak dapat tumbuh), serta dapat mengurangi berat dan volume produk sehingga mengurangi biaya transportasi dan penyimpanan serta memberikan variasi dan kemudahan bagi konsumen.
      Pada proses pengeringan, bahan pangan kering yang tidak steril terdapat mikroba dorman (tidur) dan bila kadar air meningkat, mikroba dapat tumbuh kembali. Air dapat diikat oleh gula, garam, sehingga mikroba tidak dapat menggunakannya untuk hidup. Pada penurunan kadar air pada kacang setelah di oven lebih besar daripada sebelumnya, hal tersebut dapat terjadi karena terkontaminasinya bahan dengan uap air yang terserap kedalam bahan.

3.      Pengawetan dengan Modified Atmosphere Packaging (MAP)
Metode yang dapat dilakukan dalam melakukan pengawetan yaitu menggunakan Modified Atmosphere Packaging (MAP). MAP memiliki komposisi gas yang terdapat dalam kemasan dengan permeabilitas tertentu, yang dapat berubah sebelum diisi bahan pangan. Sedangkan suhu bahan pangan dibawah titik beku, air berubah menjadi Kristal es, yaitu pada suhu -18oC atau bias lebih rendah lagi, bahkan suhu beku bias menghambat pertumbuhan mikroba tetapi tidak dapat membunuh semua mikroba. Semakin lama umur simpan, perubahan sifat organoleptik yang terjadi minimal. Dengan menggunakan kemasan ini bayam dapat mempertahankan kadar airnya sebanyak 76,92%.






















BAB III
KESIMPULAN


Dari praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa pada pengawetan suhu rendah, kerusakan pada bahan pangan yang dibekukan terjadi karena perubahan kimia dan fisik pada bahan pangan tersebut. Semakin rendah suhu penyimpanan suatu produk pangan, maka umur simpan juga semakin panjang. Sedangkan aktivitas air (aw) jika diturunkan akan mengurangi berat dan volume, sehingga mengurangi biaya transportasi dan memudahkan penyimpanan serta dapat mengurangi pertumbuhan mikroba.
Pada pengawetan MAP, pengemasan menentukan keawetan produk pangan, sehingga kemasan harus terlindung dari beberapa faktor, yaitu kelembapan, oksigen dan gas lain, cahaya dan mikroba.